TM1Labor : teori humanistik dan teori kognitif
TEORI
HUMANISTIK DAN TEORO KOGNITIF
PERKEMBANGAN
PESERTA DIDIK
Di
Buat Oleh :
Kelompok
UTARI PRISMA DEWI (RSA1C316008)
PRODI
PENDIDIKAN FISIKA PGMIPA-U
JURUSAN
PENDIDIKAN MATEMATIKAN DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
JAMBI
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Proses
belajar pada zaman sekarang ini tidak terlepas dari penemuan para ahli yang
telah menciptakan teori-teori belajar. Teori-teori tersebut telah menjelaskan
bagaimana sistem belajar mengajar di dalam kelas. Ada banyak teori yang
replikasinya dapat dikembangkan di dalam kelas, seperti teori behavioristik,
kognitif, humanistik, teori belajar konsep, teori belajar bermakna, dan lain
sebagainya.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
pandangan teori humanistik terhadap pertumbuhan dan perkembangan ?
2.
Bagaimana model pembelajaran humanistik?
3.
Bagaimana aplikasi teori belajar humanistik dalam
proses pembelajaran?
4.
Bagaimana kelebihan dan kekurangan teori belajar
humanistik?
5.
Bagaimana peranan teori humanistik terhadap
perkembangan ?
6.
Bagaimana
pandangan teori kognitif terhadap pertumbuhan dan perkembangan ?
7.
Bagaimana aplikasi teori belajar kognitif dalam proses
pembelajaran?
8.
Bagaimana kelebihan dan kekurangan teori belajar
kognitif?
1.3 Tujuan
1.
Untuk mempelajari teori humanistik.
2.
Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan teori
belajar humanistik
3.
Untuk mengetahui model pembelajaran humanistik.
4.
Untuk mengetahui aplikasi teori belajar humanistik
dalam proses pembelajaran.
5.
Untuk mengetahui peran teori humanistik dalam
perkembangan
6.
Untuk mempelajari teori kognitif
7.
Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan teori
belajar kognitif.
8.
Untuk mengetahui aplikasi teori belajar kognitif dalam
proses pembelajaran.
9.
Untuk mengetahui perana teori kognitif terhadap
perekembangan
1.4 Manfaat
1.
Dapat
menjelaskan apa itu teori humanistik
2.
Dapat
mengetahui kelebihan dan kekurangan teori humanisti
3.
Dapat
menerapkan model belajar humanistik waktu pembelajaran
4.
Dapat
mengetahui
aplikasi teori belajar humanistik dalam proses pembelajaran.
5.
Dapat
mengetahui peran teori humanistik dalam perkembangan
6.
Dapat menjelaskan
apa itu teori kognitif
7.
Dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan teori
belajar kognitif.
8.
Dapat
mengetahui aplikasi teori belajar kognitif dalam proses pembelajaran.
9.
Dapat
mengetahui perana teori kognitif terhadap perekembangan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Teori Humanistik
2.1.1 Pengertian Teori Humanistik
Teori
humanistik merupakan suatu teori dalam pembelajaran yang mengedepankan
bagaimana memanusiakan manusia serta peserta didik dapat menggali kemampuannya
sendiri dan mengembangkan potensinya untuk di terapkan dalam lingkungan.
Teori
humanistik telah dilukiskan sebagai angkatan ketiga
dalam psikologi modern. Teori ini menolak determinisme Freud dari instink dan determinisme
lingkungan dari teori pembelajaran. Pendukung humanis memiliki pandangan yang
sangat positif dan optimis tentang kodrat manusia. Pandangan humanistik
menyatakan bahwa manusia adalah agen yang bebas dengan kemampuan superior untuk
menggunakan simbol-simbol dan berpikir secara abstrak.
Jadi, orang mampu membuat pilihan yang
cerdas, untuk bertanggungjawab atas perbuatannya, dan menyadari potensi
penuhnya sebagai orang yang mengaktualisasikan diri. Humanist memiliki pandangan
holistik mengenai perkembangan manusia, yang melihat setiap orang sebagai
makhluk keseluruhan yang unik dengan nilai independen. Dalam pandangan
holistik, seseorang lebih dari sekedar kumpulan dorongan, instink, dan
pengalaman yang dipelajari.
Tiga tokoh terkemuka Psikologi
humanistik adalah Charlotte Buhler (1893–1974), Abraham Maslow (1908–1970), dan
Carl Rogers (1902–1987).
a. Buhler: Teori Tahap Perkembangan
Charlotte Buhler, seorang psikolog
Wina, adalah ketua pertama dari Asosiasi Psikologi Humanistik. Buhler menolak
anggapan dari para psikoanalis bahwa pemulihan homeostasis psikologis
(keseimbangan) melalui pelepasan ketegangan merupakan tujuan dari manusia.
Menurut teori Buhler, tujuan riil/nyata dari manusia adalah pemenuhan yang
dapat mereka capai dengan pencapaian/prestasi dalam diri mereka dan di dunia
(Buhler, dalam Rice, 2002).
Kecenderungan dasar manusia adalah
aktualisasi diri, atau realisasi diri, sehingga pengalaman puncak darikehidupan
muncul melalui kreativitas. Buhler menekankan peran aktif yang manusia mainkan
melalui inisiatif mereka sendiri dalam memenuhi tujuan.
Tabel 1.
Fase Kehidupan dari Buhler
Fase
|
Fase Perkembangan
|
Fase
1 : 0 – 15 tahun
|
Pertumbuhan biologis
progresif; anak di rumah; hidup berpusat pada kepentingan yang sempit,
sekolah, keluarga
|
Fase
2 : 16 – 27 tahun
|
Pertumbuhan biologis
lanjut, kedewasaan seksual; perluasan aktivitas, penentuan diri; meninggalkan
keluarga, memasuki kegiatan independen dan relasi personal
|
Fase
3 : 28 – 47 tahun
|
Stabilitas biologis;
periode puncak; periode yang lebih baik dari pekerjaan profesional dan
kreatif; banyak hubungan personal dan sosial
|
Fase
4 : 48 – 62 tahun
|
Kehilangan fungsi
produktif, penurunan kemampuan; penurunan dalam aktivitas; kehilangan
personal, keluarga, ekonomi; transisi ke fase ini ditandai oleh krisis
psikologis; periode instrospeksi
|
Fase
5 : 63 tahun & 63 tahun ke atas
|
Penurunan biologis,
meningkatnya penyakit; pengunduran diri dari profesi; penurunan dalam
sosialisasi, tapi meningkat dalam hobi, pencarian individu; periode
retrospeksi, perasaan pemenuhan atau kegagalan
|
|
b.
Maslow: Teori Hierarkhi
Kebutuhan
Abraham Maslow adalah salah satu tokoh
paling berpengaruh dalam psikologi humanistik.Dilahirkan dalam keluarga Yahudi
Ortodok di New York, ia memperoleh gelar Ph.D dalam Psikologi dari Columbia
University di tahun 1934. Menurutnya, perilaku manusia dapat dijelaskan sebagai
motivasi untuk memenuhi kebutuhan.Maslow menyusun kebutuhan manusia menjadi
lima kategori: kebutuhan fisiologis, kebutuhan keamanan, kebutuhan akan cinta
dan kepemilikan (belongingness), kebutuhan penghargaan dan kebutuhan
aktualisasi diri .
Menurut pendapat Maslow, urusan
pertama kita sebagai manusia adalah untuk memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup:
makanan, air, perlindungan dari bahaya. Hanya jika kebutuhan tersebut terpenuhi
maka kita bisa mengarahkan energi kita pada kebutuhan manusia yang lebih
ekskusif: cinta, dukungan, dan belonging. Pemuasan dari kebutuhan
tersebut memung-kinkan kita menaruh minat pada penghargaan diri: Kita pelu
memperoleh pengakuan, persetujuan dan kompetensi. Dan akhirnya, jika kita bisa
tumbuh dengan cukup makanan, rasa aman, kasih sayang dan dihargai, kita lebih
mungkin menjadi orang yang mengaktualisasikan diri yang telah memenuhi potensi
kita. Menurut Maslow,aktualisasi diri adalah kebutuhan tertinggi yang merupakan
puncak dari hidup.
c.
Rogers: Teori
Pertumbuhan Personal
Carl Rogers dibesarkan dalam keluarga
yang sangat religius di daerah midwest dan menjadi pendeta Protestan, yang
lulus dari Union Theological Seminary di New York . Selama karirnya sebagai
pendeta, Rogers menjadi semakin tertarik dengan konseling dan terapi sebagai
cara melayani orang-orang yang mengalami masalah, dari siapa ia mengembangkan
bentuk khusus terapi yang disebut client-centered therapy. Teorinya
didasarkan pada prinsip humanistik bahwa jika orang diberi kebebasan dan
dukungan emosional untuk bertumbuh, mereka bisa berkembang menjadi manusia yang
berfungsi secara penuh. Tanpa kesamaan atau pengarahan, tetapi didorong dengan
lingkungan yang menerima dan memahami situasi terapeutik, orang akan memecahkan
masalahnya sendiri dan berkembang menjadi jenis individu yang mereka inginkan.Rogers
mengatakan bahwa tiap-tiap dari kita memiliki dua self/diri: diri
yang kita rasakan sendiri (“I” atau “me” yang merupakan persepsi
kita tentang diri kita sesungguhnya “real self”) dan diri kita yang
ideal/diinginkan “self ideal” (yang kita inginkan). Rogers (1961)
mengajarkan bahwa masing-masing dari kita adalah korban dari conditional
positive regard (memberikan cinta, pujian, dan penerimaan jika individu
mematuhi normal orang tua atau norma sosial) yang orang lain tunjukkan kepada
kita. Kita tidak bisa mendapatkan cinta dan persetujuan orang tua atau orang
lain kecuali bila mematuhi norma sosial dan aturan orang tua yang keras. Kita
diperintahkan untuk melakukan apa yang harus kita lakukan dan kita pikirkan.
Kita dicela, disebutkan nama, ditolak, atau dihukum jika kita tidak menjalani
norma dari orang lain. Sering kali kita gagal, dengan akibat kita mengembangkan
penghargaan diri yang rendah, menilai rendah diri seniri, dan melupakan siapa
diri kita sebenarnya.
Rogers mengatakan bahwa jika kita
memiliki citra diri yang sangat buruk atau beperilaku buruk, kita memerlukan
cinta, persetujuan, persahabatan, dan dukungan orang lain. Kita memerlukan unconditional
positive regard (memberikan dukungan dan apresiasi individu tanpa
menghiraukan perilaku yang tak pantas secara sosial), bukan karena kita panta
mendapatkannya, tapi karena kita adalah manusia yang berharga dan mulia. Dengan
itu semua, kita bisa menemukan harga diri dan kemampuan mencapai ideal-self kita
sendiri. Tanpa unconditional positive regard kita tidak bisa mengatasi
kekurangan kita dan menjadi orang yang berfungsi sepenuhnya .
Rogers mengajarkan bahwa individu yang
sehat, orang yang berfungsi sepenuhnya, adalah orang yang telah mencapai
keselarasan antara diri yang riil (real self) dan diri yang
dicitakan/diidamkan (ideal self), suatu situasi yang menghasilkan
kebebasan dari konflik internal dan kegelisahan. Jika ada penggabungan antara
apa yang orang rasakan tentang bagaimana dirinya dan apa yang mereka inginkan,
mereka mampu menerima dirinya, menjadi diri sendiri, dan hidup sebagai diri
sendiri tanpa konflik.
2.1.2 Model Pembelajaran Humanistik
Humaning Of The Classroom, ini
dilatarbelakangi oleh kondisi sekolah yang
otoriter, tidak manusiawi, sehingga menyebabkan peserta
didik putus asa yang akhirnya mengakhiri
hidupnya. Kasus ini banyak terjadi di
Amerika Serikat dan Jepang. Humaning Of The
Classroom ini dicetuskan oleh Jhon P.
Miller yang terfokus pada pengembangan model
pendidikan afektif. Pendidikan model ini
tertumpu pada tiga hal, yaitu: menyadari
diri sebagai suatu proses pertumbuhan yang
sedang dan akan terus berubah, mengenali
konsep dan identitas diri, dan
menyatupadukan kesadaran hati dan pikiran. Perubahan
yang dilakukan terbatas pada subtansi
materi saja, tetapi yang lebih penting pada aspek
metodologis yang dipandang sangat manusiawi.
Active Learning dicetuskan oleh Melvin L. Siberman. Asumsi dasar yang
dibangun dari model pembelajaran ini ialah bahwa
belajar bukan merupakan konsekuensi otomatis dari
penyampaian informasi kepada siswa. Belajar
membutuhkan keterlibatan mental dan tindakan
sekaligus. Pada saat kegiatan belajar itu
aktif, siswa melakukan sebagian besar pekerjaan
belajar. Mereka mempelajari gagasangagasan,
memecahkan berbagai masalah dan menerapkan apa
yang mereka pelajari. Dalam Active Learning
cara belajar dengan mendengarkan saja akan
sedikit ingat, dengan cara mendengarkan,
melihat dan mendiskusikan dengan siswa lain
akan paham, dengan cara mendengar, melihat,
berdiskusi, dan melakukan akan memperoleh
pengetahuan dan keterampilan, dan cara untuk menguasai
pelajaran yang terbagus ialah dengan membelajarkan.
Quantum Learning merupakan cara pengubahan
macammacam interaksi. Hubungan dan inspirasi
yang di dalam dan di sekitar momen
belajar. Dalam prakteknya, Quantum Learning
menggabungkan sugetologi teknik pemercepatan
belajar dan neurolenguistik dengan teori
keyakinan dan metode tertentu.
Quantum Learning mengasumsikan bahwa jika siswa
mampu menggunakan potensi nalar dan emosinya
secara jitu akan mampu membuat loncatan
prestasi yang tidak bisa diduga sebelumnya.
Dengan metode belajar yang tepat siswa bisa
meraih prestasi belajar secara berlipat
ganda. Salah satu konsep dasar dari metode ini ialah belajar itu
harus mengasikkan dan berlangsung dalam suasana gembira,
sehingga pintu masuk untuk informasi baru
akan lebih besar dan terekam dengan baik.
The Accelerated Learning, merupakan
pembelajaran yang dipercepat. Konsep dasar dari
pembelajaran ini berlangsung sangat cepat,
menyenangkan, dan memuaskan. Pemilik konsep ini Dave Meiver
menyarankan kepada guru agar dalam mengelola kelas menggunakan pendekatan
somantic, auditory, visual dan intellectual (SAVI).
Somantic dimaksudkan sebagai learning by moving
and doing (belajar dengan bergerak dan
berbuat). Auditory adalah learning bay
talking and hearing (belajar dengan berbicara
dan mendengarkan). Visual diartikan learning
by observing and picturing (belajardengan
mengamati dan menggambarkan). Intellectual
maksudnya ialah learning by problem solving
and reflecting (belajar dengan pemecahan
masalah dan melakukan refleksi). Bobbi De
Porter menganggap accelerated learning dapat
memungkinkan siswa untuk belajar dengan kecepatan
yang mengesankan, dengan upaya yang normal dan
dibarengi kegembiraan. Cara ini menyatukan unsurunsur yang sekilas tampak
tidak mempunyai persamaan, misalnya hiburan,
permainan, warna, cara berfikir positif,
kebugaran fisik dan
kesehatan emosional. Namun semua unsur
ini bekerja sama untuk menghasilkan pengalaman belajar
efektif.
2.1.3 Aplikasi Teori Belajar Humanistik dalam Proses Pembelajaran
Aplikasi teori humanistik lebih
menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang
mewarnai metode-metode yang diterapkan.
Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah
menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan
motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru
memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk
memperoleh tujuan pembelajaran. Siswa berperan sebagai
pelaku utama (student center) yang memaknai
proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami
potensi diri, mengembangkan potensi dirinya secara positif dan
meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
Tujuan pembelajaran lebih kepada
proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui
adalah :
1.
Merumuskan tujuan belajar yang jelas;
2.
Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak
belajar yang bersifat jelas , jujur dan positif;
3.
Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa
untuk belajar atas inisiatif sendiri;
4.
Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai
proses pembelajaran secara mandiri;
5.
Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat,
memilih pilihannya sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung
resiko dariperilaku yang ditunjukkan;
6.
Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami
jalan pikiran siswa, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk
bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya;
7.
Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan
kecepatannya; dan
8.
Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan
perolehan prestasi siswa
Pembelajaran berdasarkan
teori humanistik ini cocok untuk diterpkan
pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian,
hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena
sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi
ini adalah siswa merasa senang bergairah,
berinisiatif dalam belajar dan terjaadi
perubahan pola pikir, perilaku dan sikap
atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani,
tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara
bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan ,
norma , disiplin atau etika yang berlaku.
Guru yang baik menurut teori ini
adalah : Guru yang memiliki rasa humor, adil, menarik, lebih demokratis,
mampu berhubungan dengan siswa dengan mudah
dan wajar. Ruang kelas lebih terbuka dan mampu
menyesuaikan pada perubahan. Sedangkan guru yang tidak
efektif adalah guru yang memiliki rasa humor yang rendah ,mudah menjadi tidak
sabar ,suka melukai perasaan siswaa dengan komentar yang menyakitkan,bertindak
agak otoriter, dan kurang peka terhadap perubahan yang ada.
2.1.4 Implikasi Teori Belajar Humanistik terhadap Proses Pembelajaran
Psikologi humanistik memberi
perhatian atas guru sebagai fasilitator. Berikut ini adalah berbagai cara
untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas fasilitator. Ini
merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari beberapa (petunjuk):
1.
Fasilitator sebaiknya memberi
perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi
kelompok, atau pengalaman kelas;
2.
Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas
tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang
bersifat umum;
3.
Dia mempercayai adanya
keinginan dari masing-masing siswa untuk
melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi
dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi
di dalam belajar yang bermakna tadi;
4.
Dia mencoba mengatur dan
menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang
paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan
mereka;
5.
Dia menempatkan dirinya
sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel
untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok;
6.
Di dalam menanggapi
ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas,
dan menerima baik isi yang bersifat
intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba
untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi
kelompok;
7.
Bilamana cuaca penerima kelas
telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat
berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang
anggota kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu,
seperti siswa yang lain;
8.
Dia mengambil prakarsa untuk
ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan
juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai
suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa;
9.
Dia harus tetap waspada
terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya
perasaan yang dalam dan kuat selama belajar ; dan
10.
Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator,
pimpinan harus mencoba untuk menganali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya
sendiri.
2.1.5 Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Humanistik
1.
Pembelajaran dengan teori ini
sangat cocok diterapkan untuk materimateri
pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan
sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari
keberhasilan aplikasi ini ialah siswa
merasa senang bergairah, berinisiatif dalam
belajar dan terjadi perubahan pola pikir,
perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.
2.
Siswa diharapkan menjadi manusia
yang bebas, berani, tidak terikat oleh
pendapat orang lain dan mengatur pribadinya
sendiri secara tanggung jawab tanpa mengurangi
hakhak orangorang lain atau melanggar
aturan, norma, disiplin, atau etika yang berlaku.
3.
Karena dalam teori ini guru ialah sebagai
fasilitator maka kurang cocok menerapkan yang pola pikirnya kurang aktif
atau pasif. Karena bagi siswa yang kurang aktif, dia akan takut
atau malu untuk bertanya pada gurunya
sehingga dia akan tertinggal oleh temantemannya
yang aktif dalam kegiatan pembelajaran,
padahal dalam teori ini guru akan
memberikan respons bila murid yang diajar
juga aktif dalam menanggapi respons yang
diberikan oleh guru.
Karena siswa
berperan sebagai pelaku utama (student center)
maka keberhasilan proses belajar lebih banyak
ditentukan oleh siswa itu sendiri, peran
guru dalam proses pembentukan dan pendewasaan
kepribadian siswa menjadi berkurang.
Teori ini mengajarkan orang untuk
percaya pada diri sendiri dan menerima tanggung jawab untuk pengembangan
potensi penuhnya. Humanis juga menekankan bahwa orang memiliki kebutuhan
manusia yang nyata yang harus terpenuhi untuk pertumbuhan dan perkembangan.
2.2 Teori Kognitif
2.2.1 Pengertian Teori Kognitif
Istilah “Cognitive” berasal
dari kata cognition artinya adalah pengertian, mengerti. Pengertian yang
luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan
pengetahuan. Jadi Teori kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih
mementingkan pengertian dan perolehan
pengetahuan dalam proses belajar dari pada hasil belajar itu tersendiri.
Ada 2 teori sebagai pendekatan dasar untuk
memahami kognisi. Pendekatan pertama adalah Piagetian approach yang
menekankan perubahan kualitatif dalam cara berpikir mereka ketika berkembang.
Pendekatan kedua adalah Teori Vygotsky.
a. Piaget: Perkembangan Kognitif
Jean Piaget (1896-1980) adalah
psikolog perkembangan dari Swiss yang tertarik dengan pertumbuhan kapasitas
kognitif manusia. Ia mulai bekerja di laboratorium Alfred Binet di Paris,
dimana pengujian kecerdasan modern berasal. Piaget mulai memeriksa bagaimana
anak-anak tumbuh dan berkembang dalam kemampuan berpikirnya.
Ia menjadi semakin tertarik dengan bagaimana
anakanak mencapai kesimpulan daripada apakah mereka menjawab dengan benar atau
tidak. Jadi bukannya mengajukan pertanyaan dan menilai mereka benar atau salah,
Piaget justru memberikan pertanyaan kepada anak-anak itu untuk menemukan logika
dibalik jawaban mereka. Melalui pengamatan yang seksama pada anak anaknya
sendiri dan anak-anak lainnya, ia menyusun teori perkembangan kognitifnya .
Piaget mengajarkan bahwa perkembangan
kognitif adalah hasil gabungan dari kedewasaan
otak dan sistem saraf dan adaptasi pada lingkungan kita. Ia menggunakan lima
term untuk menggambarkan dinamika perkembangan itu. Skema menunjukkan
struktur mental, pola berpikir yang orang gunakan untuk mengatai situai
tertentu di lingkungan. Misalnya, bayi melihat benda yang mreka inginkan,
sehingga mereka belajar menangkap apa yang mereka lihat. Mereka membentuk skema
yang tepat dengan situasi. Adaptasi adalah proses dengan mana anak-anak
menyesuaikan pemikirannya untuk memasukkan informasi baru yang selanjutnya
mereka mengerti. Piaget (dalam Rice, 2002) mengatakan bahwa anak-anak
menyesuaikan diri dengan dua cara, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi berarti
memperoleh informasi baru dan memasukkannya ke dalam skema sekarang dalam
respon terhadap stimulus lingkungan yang baru. Akomodasi meliputi
penyesuaian pada informasi baru dengan menciptakan skema, yang baru ketika
skema lama tidak berhasil. Anak-anak mungkin melihat anjing untuk pertama
kalinya (asimilasi), tapi kemudian belajar bahwa beberapa anjing aman untuk
dipiara dan anjing lainnya tidak (akomodasi). Ketika anakanak memperoleh semakin
banyak informasi, mereka menyusun pemahamannya tentang dunia secara berbeda.
Konsep equilibrium/keseimbangan
esensial dalam definisi Piaget tentang kecerdasan sebagai “bentuk equilibration
“. Equilibration didefinisikan sebagai kompensasi untuk gagguan
eksternal. Perkembangan intelektual menjadi kemajuan yang terus-menerus yang bergerak
dari satu ketidak seimbangan struktural ke keseimbangan struktur yang baru yang
lebih tinggi. Piaget menguraikan empat tahap
perkembangan kognitif: sensorimotor, preoperational, concrete operational, dan formal operational). Tahapan perkembangan kognitif
menguraikan ciri khas perkembangan kognitif tiap tahap dan merupakan suatu
perkembangan yang saling berkaitan dan berkesinambungan.
Tabel 2.
Tahap-tahap Perkembangan Kognitif Piaget
Usia
|
Tahap
|
Perilaku
|
Lahir-18
bulan
|
Sensorimotor
|
- Belajar melalui perasaan
- Belajar melalui refleks
-
Memanipulasi bahan
|
18
bulan - 6 tahun
|
Praoperasional
|
- Ide berdasarkan persepsinya
- Hanya dapat memfokuskan pada satu
- variabel pada satu waktu
- Menyamaratakan berdasarkan pengalaman
terbatas
|
6
tahun - 12 tahun
|
Operasional
konkret
|
- Ide berdasarkan
pemikiran
- Membatasi pemikiran pada
bendabenda
dan kejadian yang akrab
|
12 tahun atau
lebih
|
Operasional
formal
|
- Berpikir secara konseptual
- Berpikir secara hipotetis
|
b. Lev Vygotsky
Lev Vygotsky lahir di Rusia pada tahun
1986. Ketertarikannya pada perkembangan bahasa dan kognitif dalam hubungannya
dengan proses belajar manusia. Vygotsky meninggal pada usia 38 tahun pada tahun
1934. Walau hidupnya singkat, teori yang dihasilkannya merupakan teori yang
sangat berarti bagi perkembangan dunia psikologi dan dunia pendidikan (Mooney,
2003). Satu hal pernyataan Vygotsky yang terkenal adalah, “Pembelajaran dan
Perkembangan merupakan dua hal yang saling berkaitan sejak hari pertama kehidupan
manusia”
Vygotsky telah mengubah cara pendidik
berpikir tentang interaksi anakanak dengan orang lain. Pekerjaannya menunjukkan
bahwa perkembangan kognitif dan sosial berhubungan dan saling melengkapi. Selama
bertahun-tahun, pendidik terdahulu, yang belajar teori-teori Piaget, memandang
pengetahuan anak sebagai yang tersusun dari pengalaman-pengalaman pribadi.
Meskipun Vygotsky juga mempercayai hal ini, ia berpikir bahwa pengalaman
pribadi dan sosial tidak bisa dipisahkan. Dunia yang anak-anak alami terbentuk
oleh keluarga, status sosio ekonomi, pendidikan dan pemahaman mereka mengenai
dunia ini yang sebagian berasal dari nilai-nilai dan keyakinan dari orang
dewasa dan anak-anak lain dalam kehidupan mereka. Anak-anak saling belajar satu
sama lain setiap hari. Mereka mengembangkan kecakapan bahasa dan menangkap
konsep-konsep baru ketika mereka saling berbincang dan mendengar satu sama
lain.
Seperti halnya Piaget, Vygotsky percaya
bahwa banyak pembelajaran yang terjadi ketika anak-anak bermain. Ia percaya
bahwa bahasa dan perkembangan saling menambah satu sama lain. Ketika anak-anak
bermain, mereka secara konstan menggunakan bahasa mereka mendiskusikan peran
dan benda, arah atau tujuan serta saling mengoreksi. Merekapun belajar tentang situasi
dan ide-ide yang belum dicoba. Vygotsky percaya bahwa interaksi ini menyumbang
pada konstruksi pengetahuan siswa untuk pembelajaran mereka. Kontribusi utama
dari Vygotsky untuk pemahaman tentang perkembangan individu adalah pemahamannya
mengenai kepentingan interaksi dengan pendidik dan teman sebaya dalam
mengembangkan pengetahuan siswa tersebut.
Dalam beberapa hal, pendekatan Vygotsky
yang menegaskan begitu pentingnya peran orang dewasa atau pengasuh dalam membimbing
pembelajaran siswa. Ketika bekerja bersama, siswa dapat dibantu untuk mencapai apa
yang tidak mungkin jika dilakukan sendiri. Pandangan ini menekankan nilai interaksi
dalam pembelajaran. Ini merupakan interaksi yang memberikan dasar untuk penyusunan
sederet pengertian. Misalnya, anak-anak melalui sederetan interaksi dengan
orang dewasa memperoleh kecakapan kompleks dan aksi dengan terlibat dalam
Tarian Barongsai Cina. Dalam peringatan Tahun Baru Cina, anak anak tersebut
bukan hanya mendemonstrasikan aksi-aksi yang seharusnya tetapi juga urutan dan
interaksi diantara peserta yang membentuk dasar dari tarian ini. Pertunjukan
tari itu tidak mungkin dilakukan tanpa bimbingan dan bantuan orang dewasa.
Salah satu perbedaan utama dalam pendekatan
Piaget dan Vygotsky adalah Piaget membuktikan bahwa anak-anak memperoleh
keuntungan dari eksplorasi dan penemuan yang diprakarsai sendiri dari
metode-metode pengajaran yang merespon tingkat pemahaman mereka. Sementara
Vygotsky menekankan peran orang dewasa dalam memimpin perkembangan, yaitu bukan
hanya mencocokkan lingkungan pembelajaran melainkan juga membuat lingkungan dimana
anak-anak dengan bantuan orang lain dapat memperluas dan meningkatkan pemahaman
mereka saat itu. Dengan gambaran pengetahuan mengenai anak-anak dan pola-pola
pertumbuhan, perkembangan dan pembelajarannya, maka pendidik anak-anak usia
dini tersebut akan ada dalam posisi yang sangat kuat untuk membimbing pembelajaran
anak dengan banyak cara. Misalnya dengan menggambarkan pengetahuan secara
terperinci mengenai kebutuhan, kelebihan dan minat anak, pendidik akan dapat
menentukan pengalaman-pengalaman yang menarik dan menantang bagi anak-anak.
Salah satu konsep penting dari teori
Vygotsky adalah Zone of Proximal Development (ZPD). Vygotsky
mendefinisikannya untuk tugas-tugas yang sulit dikuasai sendiri oleh siswa,
tetapi dapat dikuasai dengan bimbingan dan bantuan orang dewasa atau siswa yang
lebih terampil (Santrock, 1995). Ia yakin bahwa seorang siswa pada sisi
pembelajaran konsep baru dapat memperoleh manfaat dari interaksi dengan seorang
pendidik atau teman kelas. Bantuan yang pendidik atau teman sebaya berikan
sebagai scaffolding. Scaffolding ini diartikan sebagai
kerangka pengetahuan yang disiapkan saat masa kematangan tiba. Dengan cara
yang sama, orang dewasa dan teman sebaya dapat membantu seorang anak “mencapai”
konsep atau kecakapan baru dengan memberikan informasi yang mendukung. Vygotsky
percaya hal ini dapat dilakukan bukan hanya oleh pendidik tetapi juga oleh
kelompok anak yang telah memiliki kecakapan yang diinginkan.
Seperti Piaget, Vygotsky menempatkan
banyak sekali penekanan pada pentingnya pengamatan. Dengan mengawasi dan
mendengar secara seksama, pendidik mulai mengenal perkembangan tiap-tiap anak.
Menurut Vygotsky, hal inilah satu satunya cara bagi para pendidik untuk menilai
secara akurat apa yang ada dalam ZPD anak pada suatu waktu. Pengetahuan ini
esensial untuk perencanaan kurikulum yang baik. Vygotsky juga yakin bahwa
bahasa memberikan pengalaman yang penting untuk mengembangkan perkembangan
kognitif. Ia yakin bahwa berbicara adalah penting untuk mengklarifikasi
poin-poin penting selain itu berbicara dengan orang lain juga membantu kita
belajar lebih banyak tentang komunikasi. Sebagai contoh, kita dapat belajar
banyak dari pengamatan percakapan anak- anak. Hal ini dapat membantu kita
menemukan apa yang anak -anak ketahui dan apa yang membingungkan mereka. Banyak
diantara kita memiliki kenangan tentang sekolah dimana kita diharapkan tenang
dan belajar. Para pendidik pada saat itu berpikir belajar adalah perjalanan
yang terpencil, sesuatu yang tiap siswa harus lakukan sendiri. Vygotsky telah
menunjukkan kepada kita pentingnya pembelajaran sebagai pengalaman interaktif.
Pendidik yang ingin mendorong perkembangan bahasa dapat melakukannya dengan
mendorong kegiatan untuk bercakap-cakap.
Vygotsky yakin bahwa bahasa menyajikan
pengalaman yang terbagi yang penting untuk mengembangkan perkembangan kognitif.
Ia yakin bahwa berbicara adalah penting untuk memperjelas hal-hal yang penting
tetapi berbicara dengan orang lain juga membantu kita belajar lebih banyak
tentang komunikasi. Vygotsky telah membantu para pendidik untuk melihat bahwa
anak-anak belajar bukan hanya dengan melakukan atau bekerja tetapi juga dengan berbicara,
bekerja dengan teman-teman, dan bertekun pada tugas itu hingga mereka
“mendapatkannya”. Untuk mendukung pembelajaran sosial anak-anak, pendidik dapat
memberikan banyak kesempatan bagi anak untuk saling membantu atau untuk bekerja
sama pada proyek-proyek dari pilihan mereka.
Pendidik meningkatkan pembelajaran siswa
bukan dengan sekali-kali memberi mereka jawaban. Melalui interaksi, percakapan,
dan percobaan, anakanak meningkatkan keterampilan/kecakapannya dan mencapai
tujuan mereka. Mereka mempelajari baik proses yaitu bagaimana berdiskusi
tentang menggunakan alat-alat; bagaimana bereksperimen untuk mengetahui alat
mana yang bekerja paling baik, dan isi yaitu cara apa yang paling efektif untuk
menggali benda beku dari potongan es, dan secara sambil lalu mempelajari pula prinsip-prinsip
fisika seperti pengangkatan melalui interaksi mereka. Vygotsky yakin bahwa
pembelajaran perkembangan adalah sama tetapi tidak identik. Kombinasi dari
pengajaran anak dan menghargai perkembangan individu anak akan mengoptimalkan
pembelajaran.
2.2.2 Aplikasi dan Implikasi Teori Belajar Humanistik dalam Proses Pembelajaran
Aplikasi teori belajar kognitivisme dalam
pembelajaran, guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang
dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, anak usia pra sekolah
dan awal sekolah dasar belajar menggunakan
benda-benda konkret, keaktifan siswa sangat
dipentingkan, guru menyusun materi dengan
menggunakan pola atau logika tertentu dari
sederhana ke kompleks, guru menciptakan pembelajaran
yang bermakna, memperhatian perbedaan individual
siswa untuk mencapai keberhasilan siswa.
Dari penjelasan diatas jelas bahwa
implikasinya dalam pembelajaran adalah seorang
pendidik, guru ataupun apa namanya mereka harus dapat memahami bagaimana cara
belajar siswa yang baik, sebab mereka para siswa tidak akan dapat memahami
bahasa bila mereka tidak mampu mencerna dari apa
yang mereka dengar ataupun mereka tangkap.
Dari ketiga macam teori diatas jelas
masing-masing mempunyai implikasi yang berbeda,
namun secara umum teori kognitivisme lebih mengarah
pada bagaimana memahami struktur kognitif
siswa, dan ini tidaklah mudah, Dengan
memahami struktur kognitif siswa, maka
dengan tepat pelajaran bahasa disesuaikan sejauh
mana kemampuan siswanya. Selain itu, juga
model penyusunan materi pelajaran bahasa arab
hendaknya disusun berdasarkan pola dan
logika tertentu agar lebih mudah dipahami. Penyusunan materi
pelajaran bahasa arab di buat bertahap mulai dari yang paling sederhana ke
kompleks. Hendaknya dalam proses pembelajaran sebisa mungkin tidak hanya
terfokus pada hafalan, tetapi juga memahami apa yang sedang dipelajari, dengan
demikian jauh akan lebih baik dari sekedar menghafal kosakata
2.2.3 Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Kognitif
1.
Menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri
Dengan teori
belajar kognitif siswa dituntut untuk lebih kreatif karena mereka tidak hanya
merespon dan menerima rangsangan saja, tapi memproses informasi yang diperoleh
dan berfikir untuk dapat menemukan ide-ide dan mengembangkan pengetahuan.
Sedangkan, membuat siswa lebih mandiri contohnya pada saat siswa mengerjakan
soal siswa bisa mengerjakan sendiri karena pada saat belajar siswa menggunakan
fikiranya sendiri untuk mengasah daya ingatnya, tanpa bergantung dengan orang
lain.
2.
Membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih
mudah
Teori
belajar kognitif membantu siswa memahami bahan ajar lebih mudah karena siswa
sebagai peserta didik merupakan peserta aktif di dalam proses pembelajaran yang
berpusat pada cara peserta didik mengingat, memperoleh kembali dan menyimpan
informasi dalam ingatannya, serta menekankan pada pola pikir peserta didik
sehingga bahan ajar yang ada lebih mudah dipahami.
1.
Teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan.
2.
Sulit dipraktikkan khususnya di tingkat lanjut.
3.
Beberapa prinsip seperti inteligensi sulit dipahami
dan pemahamannya masih belum tuntas.
2.2.4 Peran terhadap Perkembangan
Secara umum, Ahli teori kognitif telah memberikan sumbangan nyatadengan
memfokuskan perhatian pada proses mental dan peran mereka dalam perilaku. Piaget menekankan pentingnya pendidik dalam memperhatikan tahapan
perkembangan kognisi setiap individu, sehingga metode pendekatan pembelajaran
dapat diberikan dengan tepat. Proses asimilasi, akomodasi, serta adapatasi
individu terhadap informasi yang masuk merupakan proses yang harus dipahami
bahwa seringkali bersifat sangat individual.
Kontribusi utama dari Vygotsky untuk
pemahaman tentang perkembangan individu adalah pemahamannya mengenai
kepentingan interaksi dengan pendidik dan teman sebaya dalam mengembangkan
pengetahuan siswa tersebut. Pengamatan merupakan hal penting untuk
dilakukan pendidik dan orangtua, sehingga perlakuan yang betul dapat
diberikan untuk mengoptimalkan perkembangan individu. Vygotsky juga
menekankan peran orang dewasa dalam memimpin perkembangan, yaitu bukan
hanya mencocokkan lingkungan pembelajaran melainkan juga membuat
lingkungan anak-anak dengan bantuan orang lain dapat memperluas dan
meningkatkan pemahaman mereka saat itu.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1.
Teori belajar humanistik pada dasarnya memiliki tujuan
belajar untuk memanusiakan manusia. Oleh karena itu, proses belajar dapat
dianggap berhasil apabila si pembelajar telah memahami lingkungannya dan
dirinya sendiri. Artinya, peserta didik mengalami perubahan dan mampu
memecahkan permasalahan hidup dan bisa menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
2.
Kelebihan teori belajar humanistik yaitu
pembelajaran dengan teori ini sangat cocok
diterapkan untuk materi-materi pembelajaran yang bersifat
pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap
fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi
ini ialah siswa merasa senang bergairah,
berinisiatif dalam belajar dan terjadi
perubahan pola pikir, perilaku dan sikap
atas kemauan sendiri.
3.
Kekurangan belajar humanistik yaitu dalam teori ini
guru sebagai fasilitator, maka kurang cocok menerapkan kepada yang pola pikirnya
kurang aktif atau pasif. Karena bagi siswa yang kurang aktif, dia akan takut
atau malu untuk bertanya pada gurunya sehingga dia akan tertinggal oleh
temannya yang aktif.
4.
Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau
spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode
yang diterapkan. Peran guru dalam
pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para
siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran
mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman
belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan
pembelajaran.
5.
Teori belajar kognitif lebih
mementingkan proses belajar daripada hasil
belajar itu sendiri.
6.
Kelebihan teori belajar kognitif yaitu menjadikan
siswa lebih kreatif dan mandiri serta membantu siswa memahami bahan belajar
secara lebih mudah
7.
Kekurangan teori belajar kognitif, yaitu teori tidak
menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan, sulit dipraktikkan khususnya di
tingkat lanjut, beberapa prinsip seperti inteligensi sulit dipahami dan
pemahamannya masih belum tuntas.
8.
Aplikasi teori belajar
kognitivisme dalam pembelajaran, guru harus memahami
bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya,
anak usia pra sekolah dan awal sekolah
dasar belajar menggunakan benda-benda konkret,
keaktifan siswa sangat dipentingkan, guru
menyusun materi dengan menggunakan pola atau
logika tertentu dari sederhana ke kompleks, guru
menciptakan pembelajaran yang bermakna, memperhatian
perbedaan individual siswa untuk mencapai
keberhasilan siswa.
3.2 Saran
Sebagai seorang mahasiswa yang mengkhususkan
diri dalam bidang pendidikan, berbagai
teori belajar patutnya dikaji lebih dalam
agar dalam mencapai impian, dapat diraih
kemudahan dan menjadikan profesionalisme dalam
menjalani profesi yang ditekuni nanti,
karena teori belajar selalu
berkembang sesuai perkembangan zaman dan seorang
guru terus mengikuti perkembangan teori
belajar mengingat besarnya pengaruh yang dibawanya
dalam menetapkan sikap guru dalam setiap proses belajar mengajar
Daftar Pustaka
Arhur, L., dkk. (1998). Programming and Planning in Early Childhood
Education.Sydney: Harcourt Brace and Company.
Clark, RI,. & Naohiro
Ogawa, (1997). Transition from Career to Retirement inJapan, dalam Industrial Relations : A Journal of Economy
and Society.
Vol. 36. (No.2 April 1997).
p.255-270, Institute of Industrial Relations, Universityof California at
Berkeley, Blackwell Publisher, Boston MA & Oxford, UK
Crain,W.( 2000). Theories of Development; Concepts and
Application. New Jersey
Prentice Hall.
Departemen Kesehatan RI .(1998). Pedoman
Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut
Bagi Petugas Kesehatan II Materi Pembinaan.
Oskamp. (1998). The Social Psychology of Aging. Sage Publication : Newbury
Park.
wah sangat menarik sekali untuk dibaca
BalasHapussindo news